Kamis, 12 Februari 2009

ORANG YANG MENYADARI KEMATIAN

  Konon, ada seorang raja  darwis  yang  berangkat  mengadakan perjalanan  melalui  laut.  Ketika  penumpang-penumpang lain memasuki  perahu  satu  demi  satu,  mereka  melihatnya  dan sebagai lazimnya --merekapun  meminta nasehat kepadanya. Apa yang dilakukan semua darwis tentu sama saja,  yakni  memberi tahu  orang-orang  itu  hal  yang  itu-itu  juga: darwis itu tampaknya mengulangi saja salah satu  rumusan  yang  menjadi perhatian darwis sepanjang masa.   Rumusan itu adalah: "Cobalah menyadari maut, sampai kau tahu maut itu apa." Hanya beberapa  penumpang  saja  yang  secara khusus tertarik akan peringatan itu.   Mendadak   ada   angin  topan  menderu.  Anak  kapal  maupun penumpang   semuanya   berlutut,    memohon    agar    Tuhan menyelamatkan  perahunya.  Mereka terdengar berteriak-teriak ketakutan,  menyerah  kepada  nasib,  meratap   mengharapkan keselamatan.  Selama itu sang darwis duduk tenang, merenung, sama sekali tidak memberikan reaksi terhadap gerak-gerik dan adegan yang ada disekelilingnya.   Akhirnya  suasana  kacau  itu  pun berhenti, laut dan langit tenang, dan para penumpang menjadi sadar kini betapa  tenang darwis itu selama peristiwa ribut-ribut itu berlangsung.   Salah   seorang   bertanya  kepadanya,  "Apakah  Tuan  tidak menyadari bahwa pada waktu angin  topan  itu  tak  ada  yang lebih  kokoh  daripada  selembar papan, yang bisa memisahkan kita dari maut?"   "Oh, tentu," jawab darwis itu. "Saya tahu, di laut selamanya begitu.  Tetapi saya juga menyadari bahwa, kalau saya berada di darat dan  merenungkannya,  dalam  peristiwa  sehari-hari biasa, pemisah antara kita dan maut itu lebih rapuh lagi."   Catatan   Kisah   ini  ciptaan  Bayazid  dari  Bistam,  sebuah  tempat disebelah selatan  Laut  Kaspia.  Ia  adalah  salah  seorang diantara  Sufi  Agung zaman lampau, dan meninggal pada paroh kedua abad kesembilan.   Ayahnya  seorang  pengikut  Zoroaster,   dan   ia   menerima pendidikan  kebatinannya  di  India. Karena gurunya, Abu-Ali dari Sind, tidak menguasai ritual Islam sepenuhnya, beberapa ahli  beranggapan  bahwa  Abu-Ali  beragama Hindu, dan bahwa Bayazid tentunya mempelajari  metode  mistik  India.  Tetapi tidak   ada  ahli  yang  berwewenang,  diantara  Sufi,  yang mengikuti anggapan tersebut. Para pengikut Bayazid  termasuk kaum Bistamia.

0 komentar:

Posting Komentar